1. Krisis Ekonomi Global
Seluruh
dunia telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global),
seluruh negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang
telah terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang
sebelumnya menikmati kondisi ekonomi yang kuat yang mempunyai teknologi yang
canggih dalam hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat
hancur perekonomiannnya. Fakta dari masalah tersebut adalah bahwa ekonomi
negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat rapuh yang
meyebabkan collaps terkena dampak krisis ekonomi global.
Krisis
finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara
drastis pada tahun 2008 diperkirakan masih akan terus berlanjut, bahkan akan
meningkat intensitasnya pada tahun 2009. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia,
selain menyebabkan volume perdagangan global pada tahun 2009 merosot tajam,
juga akan berdampak pada banyaknya industri besar yang terancam bangkrut,
terjadinya penurunan kapasitas produksi, dan terjadinya lonjakan jumlah
pengangguran dunia. Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi
ini dapat merusak fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis
ekonomi.
Kekhawatiran
atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di
negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality
dari investor global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah
memberikan tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan
mengeringkan likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara.
Hal ini menyebabkan pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang
cenderung bergejolak di tengah ketidakpastian yang meningkat.
Sebagai
negara dengan perekonomian terbuka, meskipun Indonesia telah membangun momentum
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tidak akan terlepas dari dampak negatif
perlemahan ekonomi dunia tersebut. Krisis keuangan global yang mulai
berpengaruh secara signifikan dalam triwulan III tahun 2008, dan second round
effectnya akan mulai dirasakan meningkat intensitasnya pada tahun 2009,
diperkirakan akan berdampak negatif pada kinerja ekonomi makro Indonesia dalam
tahun 2009 baik di sisi neraca pembayaran dan neraca sektor riil, maupun sektor
moneter dan sektor fiskal (APBN).
Dampak
negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian
global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun
akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek
Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah
disertai dengan volatilitas yang meningkat. Sepanjang tahun 2008, nilai tukar
rupiah telah terdepresiasi sebesar 17,5 persen. Kecenderungan volatilitas nilai
tukar rupiah tersebut masih akan berlanjut hingga tahun 2009 dengan masih
berlangsungnya upaya penurunan utang (deleveraging) dari lembaga
keuangan global.
Krisis
keuangan Amerika Serikat menyebabkan masalah global keuangan dunia, untuk
mengatasi hal tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah
mengeluarkan sepuluh arahan:
1.
Semua
kalangan tetap optimis, dan bersinergi menghadapi krisis keuangan
2.
Tetap
pertahankan nilai pertumbuhan enam persen
3.
Optimalisasi
APBN 2009
4.
Dunia
usaha khususnya sektor riil harus tetap bergerak
5.
Semua pihak
agar cerdas menangkap peluang
6.
Galakkan
kembali penggunaan produk dalam negeri
7.
Tingkatkan
sikap profesionalisme
8.
Kerja sama dalam menghadapi masalah
9.
Tidak
melakukan langkah non partisan
10.
Komunikasi yang bijak.
Sementara
itu Mudrajad Kuncoro (2008) mengatakan bahwa setidaknya ada dua langkah
strategis dalam mengatasi dampak krisis keuangan global, yaitu Demand pull
strategy dan supply push strategy. Demand pull strategy mencakup strategi
perkuatan sisi permintaan, yang bisa dilakukan dengan perbaikan iklim bisnis,
fasilitasi mendapatkan HAKI (paten), fasilitasi pemasaran domestik dan luar
negeri dan menyediakan peluang pasar. Langkah strategis lainnya adalah supply
push strategy yang mencakup strategy pendorong sisi penawaran, ini bisa
dilakukan dengan ketersediaan bahan baku, dukungan permodalan, bantuan
teknologi/mesin/alat, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
2
Penyebab Krisis Ekonomi Global
Di
tengah dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi
yang semakin tinggi sebagaimana digambarkan di atas, Indonesia mengalami
terpaan badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris
menuju kebangkrutan ekonomi.
Krisis
ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling
tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama,
kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah
karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama
ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang
berputar-putar.
Selain
itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk
menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor
tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi
di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang
tengah menggema.
Kedua,
rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah
menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi
sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang
sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak
memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat “dianak-tirikan”, sektor pertanian
pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat
itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang
cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu
berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan
memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah
satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah
karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political
adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style
state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan
perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan
cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter
productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Ketiga,
rezim yang sangat korup telah membuat sendi-sendi perekonomian mengalami
kerapuhan. Secara umum, segala bentuk korupsi akan mengakibatkan arah alokasi
sumber daya perekonomian menjurus pada kegiatan-kegiatan yang tidak produktif
dan tidak memberikan hasil optimum. Dalam kondisi seperti ini pertumbuhan
ekonomi memang sangat mungkin terus berlangsung, bahkan pada intensitas yang
relatif tinggi. Namun demikian, sampai pada batas tertentu pasti akan
mengakibatkan melemahnya basis pertumbuhan.
Selanjutnya,
praktik-praktik korupsi secara perlahan C tapi pasti C telah merusak tatanan
ekonomi dan pembusukan politik yang disebabkan oleh perilaku penguasa, elit
politik, dan jajaran birokrasi. Keadaan semakin parah ketika jajaran angkatan
bersenjata dan aparat penegak hukum pun ternyata juga turut terseret ke dalam
jaringan praktik-praktik korupsi itu.
Hancurnya
kredibilitas pemerintah yang dibarengi dengan tingginya ketidakpastian itu
telah menyebabkan terkikisnya kepercayaan (trust). Yang terjadi dewasa ini
tidak hanya sekadar pudarnya trust masyarakat terhadap pemerintah dan
sebaliknya, melainkan juga antara pihak luar negeri dengan pemerintah, serta di
antara sesama kelompok masyarakat. Yang terakhir disebutkan itu tercermin
dengan sangat jelas dari keberingasan massa terhadap simbol-simbol kekuasaan serta
kemewahan dan terhadap kelompok etnis Cina, seperti yang dikenal dengan
peristiwa Mei 1998.
Sementara
itu, krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dilihat dari
respons masyarakat yang kerap kali berlawanan dengan tujuan kebijakan yang ditempuh
pemerintah. Misalnya, kebijakan pemerintah yang seharusnya berupaya menggiring
ekspektasi masyarakat ke arah kanan, justru telah menimbulkan respons
masyarakat menuju ke arah kiri, dan sebaliknya. Faktor lainnya adalah semakin
timpangnya distribusi pendapatan dan kekayaan, sehingga mengakibatkan lunturnya
solidaritas sosial.
3
Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Krisis Ekonomi Global
Dampak Perekonomian Global terhadap APBNP 2008
Asumsi
inflasi dalam APBNP 2008 yang ditetapkan sebesar 6,5%, menurut Adiningsih
(Ekonom dari Universitas Gajah Mada) dalam harian Suara Karya (16/4-08), dapat
melebihi 10% akibat tekanan berat dari kondisi perekonomian global yang berada
di luar kendali pemerintah. Adiningsih mengemukakan bahwa seharusnya pemerintah
menyusun APBN secara konsevatif , karena apabila APBN dirubah terus, tentu akan
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Dia juga mengungkapkan bahwa dunia
usaha juga tergantung pada pengelolaan dan realisasi APBN. Apabila APB tidak
konsisten, dipastikan dunia usaha akan sulit tumbuh, sehinga sulit diharapkan
pertumbuhan ekonomi yang tiggi. Mengenai besaran asumsi inflasi dalam APBNP,
menurutnya tidak masuk akal, karena pada akhir tahun 208 terdapat beberapa hari
raya yang sudah pasti akan memicu inflasi lebih tinggi. Disamping itu harga
minyak mentah yang masih akan melambung dan harga pangan dunia yang meroket.
Hal ini akan mempengaruhi harga komoditias di dalam negeri. Tidak semua
komoditas dapat dikendalikan oleh pemerintah. Tambahan lagi, banyak barang
impor termasuk yang illegal masuk ke ke pasar Indonesia. Hinga akhir tahun ini
diperkirakan gejolak pasar Keuangan dunia belum akan reda. Seandainya Amerika
Serikat meningkatkan suku bunga kredit, akan berdampak terhadap Indonesia dan
dikhawatirkan inflasi akan melebihisatudigit.
Dalam
menghadapi situasi perekonomian global yang tidak pasti, Raden Pardede (salah
satu calon gubernur BI yang ditolak DPR) mengemukakan pendapatnya bahwa
pemerintah harus membatasi besaran anggaran untuk subsidi. Menurutnya, dengan
asumsi harga minyak mentah sebesar US$ 95 per barel, total subsidi mencapai
sekitar Rp 33 triliun. Jika harga minyak ternyata lebih dri U$$ 100 per barel,
diperkirakan lebih dari 30% anggaran belanja habis untuk subsidi, bagaimana
dengan sektro yang lain, katanya.
Berkaitan
dengan kekurangan dana dalam APBN pasti dicarikan melalui pembiayaan yang salah
satunya adalah dengan penerbitan Suat Utang Negara (SUN) disesuaikan dengan
melihat kemampuan pasar untuk menyerapnya. Tetapi, jika subsidi tidak dibatasi,
investor akan khawatir mengnenai kemampuan negara dalam melakukan pembayaran.
Hal ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan rendahnya daya serap SUN.
Pendapat
dari kedua pengamat ekonomi tersebut perlu diperhatikan sebagai informasi untuk
mewaspadai bahwa kondisi perkonomian dunia yang saat ini sedang bergolak penuh
ketidak pastian akan berdampak terhadap tingkat inflasi, alokasi anggaran untuk
subsidi dan daya serap SUN untuk pembiayaan deficit APBN. Namun demikian,
apabila dalam perjalanannya asumsi-asumsi dalam APBNP 2008 meleset jauh dari
kenyataan, pengamat ekonomi tidak seharusnya semata-mata menyalahkan
pemerintah, karena APBN-P 2008 tersebut merupakan hasil pembahasan dan
kesepakatan antara pemerintah dengan DPR. Tambahan lagi, jika asumsi dalam
APBNP tidak sesuai lagi dengan perkembangan kondisi perekonomian, mau tidak mau
APBNP 2008 harus direvisi kembali.
Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perekonomian
Indonesia
Krisis
keuangan yang terjadi di Amerika Serikat sudah terlihat tanda-tandanya beberapa
waktu yang lalu, Tetapi baru dianggap serius oleh pemerintah Indonesia sejak
tanggal 8 Oktober 2008 saat IHSG di BEI turun tajam sampai 10,38 % dan
mengharuskan pemerintah menghentikan kegiatan di pasar bursa modal beberapa
hari.
Sebenarnya
banyak akibat yang dirasakan oleh Indonesia dengan adanya krisis keuangan di
Amerika serikat , baik akibat positif seperti turunnya harga minyak dunia yang
menembus $ 61 per barel dan akibat negative seperti turunnya nilai rupiah,
berkurangnya nilai export, turunnya investasi atau terjadi flyingout , namun
demikian akibat negatif lebih banyak dirasakan bagi perekonomian Indonesia
terutama bagi sektor riil yang mempunyai pangsa export, pemerintah harus
sungguh-sungguh menangani masalah ini karena pada akhirnya apabila tidak
tertangani dengan benar akan mengakibatkan distabilitas negara atau sering
orang bilang akan terjadi Krisis seri kedua.
Lebih
lanjut Ridwan (dosen Ek. Pembangunan UJB)menegaskan , bahwa harus ada
langkah-langkah antisipasi menghadapi krisis keuangan global anatara lain,
tetap menjaga independensi pengambil keputusan, sebisa mungkin mempertahankan
tingkat suku bunga yang ada saat ini, peningkatan pagu jaminan simpanan pada
Lembaga Keuangan Nasional, Penginjeksian secara besar-besaran likuiditas ke
dalam perbankan nasioanal, pemberlakuan kontrol devisa terbatas , pembentukan
lembaga procurement untuk mengatur transaksi devisa BUMN, keharusan izin bank
sentral bagi transaksi arus ke luar modal dalam jumlah tertentu. Disamping itu
diskusi juga merekomendasiakan : Penyiapan satu skema social safety net yang
komprehensif untuk mengantisipasi full-blown crisis , pemerintah daerah secara
lebih erat sebagai mitra dan pelaksana berbagai kebijakan yang ditetapkan,
mewaspadai politik dumping , menyiapakan insentif bagi pengusaha lokal untuk
menggarap pasar domestik, dan merekomendasikan untuk mengkaji ulang sistem
ekonomi yang selama ini mengekor pada sistem ekonomi kapitalis.
4
Cara Mengatasi Krisis Ekonomi Global
Mengatasi
Penyebab dan Dampak Krisis Ekonomi Global masih menjadi berita hangat tanpa
melewati 1 (satu)
hari pun dalam bulan-bulan terakhir ini. Berbicara krisis ekonomi adalah bukan
berbicara tentang nasib 1 (satu) orang bahkan lebih dari itu semua karena ini
menyangkut nasib sebuah bangsa. Berbagai argument dan komentar pun dilontarkan
di berbagai media yang selalu memojokkan pemerintahan Yudhoyono dan BI (Bank
Indonesia) Di salah satu media menyatakan bahwa Presiden Yudhoyono menyampaikan
10 langkah untuk menghadapi masalah tersebut. Empat di antaranya:
1.
Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri
2.
Memanfaatkan peluang perdagangan internasional
3.
Menyatukan langkah strategis Pemerintah dengan Bank Indonesia (BI)
4.
Menghindari politik non partisan untuk menghadapi krisis.
Kedengarannya
memang masuk akal tapi untuk menghadapi krisis itu bukanlah semata adalah tugas pemerintah dan Bank
Indonesia tapi badai krisis ini perlu dihadapi bersama jangan sampai kejadian
Krisis Ekonomi Global Part II ini lebih dahsyat meluluh-lantakkan Perekonomian
Indonesia seperti yang telah terladi pada Badai Krisis Moneter Part I di Era
Soeharto.
Sadar
atau pun tidak sadar Akibat Krisis Ekonomi Global kali in sudah sangat jauh
merambah dalam berbagai strata masyarakat. Dimana-mana pengangguran semakin
bertambah Income perkapita drastis menurun karena beberapa industri mulai
merampingkan tenaga-kerja atau mulai meliburkan tenaga kerja tanpa batas waktu.
Senada dengan hal itu investor-investor lokal dan Asing pun mulai menarik
saham dalam industri-industri di Indonesia. Dari kejadian kejadian itu akan menjadikan
peluang untuk Angka Kriminalitas akan melonjak naik Grafiknya di tanah air
belum lagi kasus-kasus korupsi terbaikan karena bangsa ini telah disibukkan
dengan masalah yang lebih di prioritaskan sehingga dengan bebasnya para
koruptor meneruskan aksinya ditiap jenjang. “Selamat buat para koruptor Anda
bisa keluar dari persembunyain untuk sementara Waktu. How pity a Country !”
Memang
sangat Ironis di satu sisi Indonesia yang dikenal sebagai negara Agraris tapi
disisi lain beberapa item bahan pokok masih mengandalkan hasil import dari
negara tetangga. Yah ini mungkin salah satu kelemahan dari bangsa kita bahkan
diri kita yang sebagai rakyat yang kurang berusaha secara profesional dalam
mengelola asset-asset yang ada dalam lahan-lahan indonesia. Lihat saja kekayaan
Alam Indonesia mulai dari hasil laut belum dapat dikelola dengan baik karena
Fasilitas-fasilitas nelayan kurang memadai sehingga negara-negara lain meraup
keuntungan dari hasil menangkap hasil laut dengan cara yang tidak fair. Belum
lagi persediaan minyak yang semakin lama semakin menipis serta Tambang-tambang
Emas yang masih dikuasai negara asing. Jadi sangat disayangkan Punya Harta yang
sangat berlimpah ruah tapi tidak dapat dinikmati secara maksimal oleh bangsa
ini.
Jadi
memanglah pas ketika Ketua Presidium Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI ) menyatakan bahwa Krisis ekonomi global telah
terjebak pada sistem kapitalisme internasional sehingga sampai saat ini
sepertinya tak ada persiapan jelas menghadapi krisis keuangan global yang
berawal dari runtuhnya industri keuangan di Amerika Serikat. Mereka yang krisis
kita yang ”hancur-hancuran” seperti pada bursa saham sehingga menghentikan
operasionalnya.
Dan
kesimpulannya Indonesia belum siap menghadapi Dampak Krisis Ekonomi Global yang
di motori oleh Negara Super itu. Mungkin dari beberapa uraian diatas dapat
memberi gambaran bahwa kita punya potensi menghadapi krisis ini jika kita
meningkatkan kesadaran sebagai masyarakat indonesia termasuk element pemerintah
berikut departement terkait untuk meningkat pengelolaan sumber daya secara profesional sehingga bangsa ini menjadi produktif dalam penyediaan
hasil bumi dan dapat mandiri serta terbebas sebagai negara importir bahan
pangan dan minyak bumi terbesar yang akan membalikkan keadaan menjadi negara
“Pengekspor Terbesar”.
No comments:
Post a Comment